Inclusive Design: Arti, Manfaat, dan Bedanya dengan Accessibility

Diperbarui 13 Jan 2023 - Dibaca 9 mnt

Isi Artikel

    Banyak yang mengira bahwa inclusive design adalah metode membuat produk ramah disabilitas. Padahal, kenyataannya tidak sesederhana itu, lho.

    Ada pihak yang juga dipikirkan dalam teknik desain ini. Meski begitu, disabilitas memang salah satunya.

    Bagaimana penjelasan lengkapnya? Simak di bawah ini, ya!

    Arti Inclusive Design

    Melansir Inclusive Design Research Centre, inclusive design atau desain inklusif adalah metode membuat produk yang memikirkan keberagaman manusia.

    Variasi ini bisa berupa skill, bahasa, budaya, jenis kelamin, usia, hingga bentuk perbedaan lainnya.

    Lewat teknik ini, kamu mendesain produk yang bisa digunakan sebanyak mungkin orang. Apa pun ciri khas pengguna, mereka akan tetap nyaman dengan produkmu.

    Apakah kamu masih bingung dengan teknis penerapannya? Mungkin mengenal prinsip dari metode ini bisa membantumu.

    Baca Juga: Usability Testing: Arti, Metode, Langkah-Langkah, dan Manfaatnya

    Dirangkum dari UX Planet, prinsip-prinsip itu di antaranya:

    1. Cari unsur eksklusif

    Ingat, design thinking dimulai dari empathise. Inclusive design adalah metode yang harus diterapkan di tahap ini.

    Oleh karena itu, saat riset pengguna, coba lihat apakah ada orang-orang yang tak nyaman dengan produkmu.

    Alasan tak nyaman itu tentu harus spesifik. Misalnya, adanya pengguna buta warna yang kesulitan membedakan warna tombol.

    Selain itu, ada pula orang yang tak nyaman dengan alasan budaya. Misalnya, kamu mewajibkan nama depan punya minimal 5 karakter.

    Padahal, tak semua orang punya nama demikian. Di beberapa budaya Indonesia misalnya, ada nama yang diawali satu atau dua huruf saja.

    2. Lihat tantangan situasional

    Kadang kala, sebuah masalah muncul saat kejadian yang sangat spesifik. Misalnya, seorang pengguna membuka video dalam aplikasimu di tempat ramai.

    Ternyata, ia tidak membawa headset. Ini tentu sangat mengganggu user experience-nya.

    Kejadian yang sama juga dialami oleh pengguna dengan gangguan pendengaran. Dengan memberi fitur subtitle, rasa nyaman untuk keduanya bisa meningkat.

    3. Libatkan kelompok pengguna tertentu

    Tidak ada pengguna ekstrem saat kamu meriset? Jangan sekadar menerka-nerka kesulitan mereka, ya! Kamu bisa melibatkan kelompok atau komunitas spesifik. 

    Tanya mereka soal pengalaman menggunakan produkmu. Dengan begitu, bias asumsimu soal mereka bisa ditekan. 

    Ingat, desain yang inklisuf adalah memberdayakan bukannya memaksakan asumsimu pada mereka.

    4. Cari cara lain untuk interaksi

    Setelah menemukan masalah, kamu tentu wajib menciptakan solusinya. Glints sudah sempat menjelaskannya tadi.

    Pengguna dengan kesulitan mendengar tentu bisa terbantu dengan subtitle. Sebaliknya, pengguna yang kesulitan melihat justru bisa dibantu oleh suara.

    Mengapa Inclusive Design Penting?

    Pengertian dari desain inklusif sudah kamu pahami. Lantas, mengapa kamu harus susah-susah menerapkannya di produkmu?

    Toptal punya sederet jawabannya. Ternyata, gangguan indra jauh lebih umum dari yang kamu bayangkan.

    Masalah penglihatan tak selalu berupa tunanetra. Orang dengan mata minus juga jadi mengalami hal itu.

    Di sisi lain, ada pula gangguan memori dan fisik kala manusia menua. 

    Ingat, orang-orang tua juga tidak tumbuh bersama teknologi. Ini bisa membuat kemampuan menggunakan produk mereka tak setinggi yang lain.

    Dengan alasan ini, inclusive design adalah pola pikir yang penting. Lewatnya, kamu bisa menciptakan desain untuk semua.

    Baca Juga: User-centered Design: Definisi, Manfaat, Prinsip, dan Proses Perancangannya

    Contoh Inclusive Design

    Saat ini penerapan desain inklusif bisa kamu temui dalam ragam produk, brand, hingga ruang publik.

    Berikut adalah beberapa contoh desain inklusif yang mungkin pernah kamu temui:

    1. Tactile pavement di trotoar

    Jika kamu berjalan di trotoar dan melihat pavement dengan warna kuning, itulah yang disebut dengan tactile pavement. Selain di trotoar, kamu juga bisa menemukannya di halte dan stasiun.

    Dikutip dari Maze, tactile pavement atau detectable warning surface pertama kali diciptakan pada tahun 1967 di Jepang dan saat ini telah digunakan hampir di seluruh dunia.

    Desain pavement ini dibuat untuk memandu penyandang disabilitas visual saat berjalan kaki.

    Tactile pavement adalah salah satu contoh dan penerapan desain inklusif yang baik dan menjawab masalah aksesibilitas.

    2. Ilustrasi keberagaman

    NN Group menyebut bahwa selama bertahun-tahun, designer dan illustrator sering kali membuat desain secara garis besar saja, misalnya karakter dengan warna rambut berbeda.

    Selain itu, desain warna kulit dibuat menjadi lebih umum dan tidak menyesuaikan warna kulit asli untuk membuat desain grafik yang lebih inkulsif, tapi nyatanya upaya ini justru membuktikan sebaliknya.

    Tanpa warna kulit atau karakteristik lain untuk menyampaikan keragaman, ilustrasi ini akan tampak sama dan tidak inklusif.

    Oleh karena itu, saat ini sudah banyak desain grafis yang lebih beragaman dan disesuaikan dengan keragaman yang ada.

    3. Microsoft adaptive accessories

    Belum lama ini, Microsoft meluncurkan aksesoris perangkat seperti mouse dan keyboard yang memiliki desain inklusif untuk orang-orang dengan kekurangan fisik.

    Ini adalah bentuk dari inclusive technology yang diterapkan oleh Microsoft.

    Microsoft adaptive accessories mendukung add-on cetak 3D sehingga pengguna dapat menyesuaikan setiap bagian sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.

    4. Fenty Beauty Cosmetics

    Fenty Beauty Cosmetics adalah brand kosmetik yang dibuat oleh Rihanna pada tahun 2017 dan dimuat dalam Time sebagai salah satu dari 25 Inventions of the Year.

    Fenty Beauty termasuk ke dalam salah satu produk inklusif karena memiliki 40 shade foundation dan terus berkembang hingga saat ini.

    Kesuksesan dari Fenty Beauty ini dilabeli sebagai apresiasi terhadap wanita yang masih sering dibandingkan dengan standar kecantikan yang tak realistis.

    Itulah mengapa Fenty Beauty menjadi contoh salah satu desain produk inklusif yang mengakui keberagaman.

    Inclusive Design vs Accessible Design

    Memang, penjelasan soal desain inklusif sangat mirip dengan accessibility. Namun, tetap ada perbedaan di antara keduanya.

    Kata Toptal, desain inklusif merupakan sebuah metode. Sementara itu, accessibility adalah hasil atau ukuran atas sebuah desain.

    Selain itu, accessibility fokus pada kelompok disabilitas. Di sisi lain, inclusive design merupakan metode membuat produk yang ramah untuk semua orang,

    Dapat disimpulkan, inclusive design adalah payung lebar dari accessibility

    Oleh karena itu, tetap ada irisan alias persamaan keduanya. Mereka sama-sama membuat produk ramah untuk lebih banyak kelompok pengguna. 

    Baca Juga: Mengenal Interaction Design, Komponen User Experience yang Tak Kalah Penting

    Selesai sudah penjelasan dari Glints. Setelah membacanya, tentu saja, inclusive design adalah metode yang sudah kamu kuasai luar dalam.

    Masih banyak teknik desain yang ada dan wajib kamu pelajari. Ingat, semua itu demi membuat produkmu makin ramah pengguna.

    Nah, Glints ExpertClass selalu membahas semua itu. Glints ExpertClass adalah kelas dengan pembahasan berbagai industri.

    Dunia desain dan produk juga selalu ada di sana, lho. Jangan sampai kamu ketinggalan kesempatan belajar ini. Ikut kelasnya sekarang, ya!

    Seberapa bermanfaat artikel ini?

    Klik salah satu bintang untuk menilai.

    Nilai rata-rata 4.8 / 5. Jumlah vote: 6

    Belum ada penilaian, jadi yang pertama menilai artikel ini.

    We are sorry that this post was not useful for you!

    Let us improve this post!

    Tell us how we can improve this post?


    Comments are closed.

    Artikel Terkait