11 Contoh Kalimat Toxic Positivity yang Harus Kamu Hindari
Isi Artikel
Pasti semakin sering mendengar istilah toxic positivity, bukan? Ternyata ada beberapa contoh kalimat yang tidak kamu duga, termasuk toxic positivity, lho.
Sebelum menjelajah lebih jauh, secara singkat Fearless Culture, toxic positivity adalah perilaku memfokuskan diri pada hal positif sambil mengabaikan dan menekan perasaan negatif.
Nah, di artikel ini, Glints ingin memberimu contoh kalimat toxic positivity yang sebaiknya kamu hindari. Cek selengkapnya di bawah ini, ya.
Contoh Kalimat Toxic Positivity
Menurut Very Well Mind, ada beberapa contoh perkataan toxic positivity yang tak disadari sering diucapkan orang-orang. Coba cek kamu pernah atau tidak mengatakannya:
1. “Semua ada hikmahnya”
Ada baiknya kamu tidak mengatakan hal ini ke teman atau rekan kerja yang sudah membuka dirinya ke kamu.
Ketika kamu mengatakan hal ini, rekan kerjamu bisa merasa tertekan karena merasa hal buruk yang menimpa disebabkan oleh dirinya sendiri.
Padahal, bisa saja permasalahan itu terjadi bukan karena dirinya, melainkan disebabkan oleh orang lain.
Maka, kamu bisa mencoba mengganti kata-katanya seperti ini;
Terkadang, hal buruk memang menimpa kita, ada yang bisa aku bantu? Kalau ada apa-apa, kamu bisa menghubungi aku kapan saja.
2. “Bersyukur saja, bisa saja kamu alami yang lebih buruk, lho”
Ucapan yang menyuruh seseorang untuk bersyukur ketika dia mengalami musibah bisa dianggap sebagai bentuk ketidakpedulian, dan bisa dikategorikan sebagai contoh dari toxic positivity.
Kamu pun akan merasa kesal apabila disuruh bersyukur ketika hal buruk menimpamu, bukan?
Kalimat ini bisa kamu ganti menjadi seperti ini;
Kamu tidak apa-apa? Pasti sulit, ya. Jangan khawatir, aku ada di sini untuk mendengarkan kamu.
3. “Kamu lebih beruntung, kalau aku, sih…”
Jangan pernah membandingkan penderitaanmu dengan penderitaan orang lain. Karena, tingkat toleransi seseorang terhadap musibah berbeda-beda.
Selain itu, membandingkan nasibmu dengan orang yang sudah membuka dirinya padamu sangatlah tidak sopan dan tidak berempati.
Kamu bisa menggantinya dengan berkata seperti ini;
Tidak apa-apa, perasaan yang kamu rasakan itu normal, kok. Jangan sungkan untuk meluapkannya. Kalau ada apa-apa, kamu bisa cerita ke aku, ya.
4. “Yuk, bisa yuk”
Memberi dorongan semangat untuk rekan kerja yang sedang down memang baik.
Tetapi, mendorong orang yang sedang bersedih untuk tetap produktif bukanlah hal yang bijak dan akan mempengaruhi hasil pekerjaan.
Sebagai gantinya, kamu bisa berkata seperti ini;
Tidak apa-apa, lakukan saja semampumu. Kalau butuh bantuan, jangan sungkan, ya.
5. “Nanti juga berlalu, tenang saja”
Meskipun masalah akan berlalu seiring waktu, mengatakan hal ini justru terkesan meremehkan permasalahan yang menimpa orang lain.
Ingat, setiap individu memiliki tingkat resiliensi yang berbeda-beda. Mengatakan hal ini adalah contoh dari toxic positivity.
Kamu bisa mengganti ucapanmu menjadi seperti ini;
Kamu sudah melalui banyak hal sulit sebelumnya. Aku yakin kamu bisa melaluinya juga saat ini.
6. “Pikirkan saja hal yang bahagia”
Kalimat ini adalah hal yang paling tidak boleh kamu ucapkan kepada seseorang yang sedang bersedih. Terutama bagi orang-orang yang mengalami depresi.
Perlu kamu tahu, orang yang sedang bersedih akan sulit memikirkan hal-hal bahagia. Sehingga, sebaiknya kamu mengucapkan ini saja;
Tidak apa-apa apabila kamu merasa sedih, itu adalah hal yang wajar. Jangan memaksakan dirimu, ya.
7. “Kegagalan bukanlah opsi”
Kalimat ini, selain bersifat menekan, hanya akan menimbulkan stres kepada rekan kerjamu.
Memang, terkadang ada target yang harus dicapai. Tapi, kamu harus ingat kalau rekan kerjamu bukanlah robot. Sehingga sebaiknya kamu hindari kalimat ini.
Sebagai gantinya, ucapkan kalimat ini;
Tidak apa-apa apabila ada kegagalan yang terjadi, kita bisa belajar dari hal ini.
8. “Buang perasaan negatifmu itu”
Kalimat yang terkesan baik ini ternyata adalah contoh toxic positivity. Perlu kamu ketahui, perasaan adalah sesuatu yang kompleks.
Sehingga, menyuruh seseorang untuk membuang perasaan yang sedang dialaminya tidak akan membantu apa-apa.
Sebagai gantinya, coba gunakan kalimat ini;
Apa yang kamu rasakan pasti sulit. Tidak apa-apa, kamu tidak perlu merasa bersalah. Jaga dirimu saja dulu, ya.
9. “Jangan pernah menyerah!”
Kalimat ini memang masuk akal. Namun, menyampaikan hal ini kepada teman yang terjebak di lingkungan kerja yang toxic bukanlah saran yang baik.
Selain itu, terkadang menarik diri dari sesuatu yang hanya membuat dirimu stres adalah hal yang baik untuk kesehatan mentalmu.
Apabila ingin menyemangati rekanmu, kamu bisa gunakan kalimat ini;
Terkadang, tidak apa-apa untuk menyerah. Coba kamu lihat sudah seberapa jauh kamu melangkah, itu adalah pencapaianmu, lho. Sekarang, fokus saja pada apa yang ingin kamu capai.
10. “Jangan pikirkan apa yang salah”
Menyuruh seseorang untuk tidak memikirkan apa yang salah ketika dia ditimpa masalah adalah langkah yang kurang tepat.
Daripada mengatakan kalimat yang tidak sensitif ini, kamu bisa menggantinya dengan kalimat ini;
Kalau sudah siap kamu bisa bercerita ke aku tentang apa yang sedang kamu alami. Aku siap mendengarnya.
11. “Tidak seburuk yang kamu pikirkan, kok”
Kamu tidak tahu apa yang pernah orang lain tempuh dan rasakan. Maka, jangan pernah menganggap hal yang telah dialami seseorang sebagai sesuatu yang remeh.
Sebaiknya, ucapkan kalimat ini saja;
Itu pasti berat, tapi aku yakin kamu bisa melaluinya. Jika kamu perlu bantuan, langsung hubungi aku, ya
Nah, sekarang kamu sudah tahu kan contoh kalimat toxic positivity itu?
Empati dan sensitif terhadap apa yang dirasakan teman atau rekan kerjamu cukup penting lho untuk menjaga kesehatan mental mereka.
Nah, kalau kamu ingin mengetahuinya lebih lanjut, kamu bisa bertanya dan berdiskusi dengan para pakar dan sesama user Glints di Glints Community.
Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, klik di sini untuk mulai bertanya!