Mengupas Beta Testing, Pengujian Penting sebelum Peluncuran Produk

Diperbarui 11 Des 2023 - Dibaca 7 mnt

Isi Artikel

    Setelah sebuah produk dikembangkan, produk akan diuji terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah beta testing.

    Melalui beta testing, produk diujikan langsung kepada pengguna. Tahap pengujian ini tidak dapat dikontrol oleh tim penguji karena berhadapan langsung dengan pengguna atau end user.

    Apa itu beta testing dan bagaimana cara melakukannya? Simak selengkapnya dalam artikel berikut.

    Definisi Beta Testing

    Menurut Product Planbeta testing adalah rangkaian dari user acceptance test yang dilakukan sebelum produk diluncurkan kepada publik.

    Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menemukan dan mengidentifikasi sebanyak mungkin bug atau masalah dalam sistem dan penggunaan produk tersebut.

    Beta testing dilakukan dengan melibatkan sejumlah pengguna yang disebut sebagai beta tester.

    Mereka melakukan pengujian dalam kondisi dan karakteristik yang sama, mulai dari hardware hingga kondisi internet yang digunakan.

    Tahap pengujian ini juga memungkinkan tim product development melakukan security testing dan reliability testing yang tidak bisa dilakukan pada tahap alpha testing.

    Kedua pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keamanan produk serta kemampuan produk untuk berfungsi dengan baik.

    Tujuan Beta Testing

    © Pexels.com

    Secara umum, tujuan dilakukannya beta testing adalah untuk menemukan dan mengidentifikasi bug dan masalah lain yang muncul ketika produk digunakan.

    Walaupun alpha testing juga memiliki tujuan yang sama, beta testing dilakukan untuk menemukan masalah yang tidak muncul dalam kondisi yang terkontrol.

    Beta testing juga dilakukan untuk memvalidasi hipotesis tentang bagaimana pengguna akan menggunakan produk.

    Pengujian ini juga dilakukan memastikan produk memenuhi persyaratan dan tujuan pengembangannya.

    Tahap pengujian ini tidak hanya dapat dilakukan ketika akan meluncurkan produk baru.

    Beta testing juga dapat dilakukan sebelum meluncurkan fungsi baru atau upgrade dari produk yang telah ada.

    Baca Juga: Kenali Apa Itu A/B Testing: Definisi, Fungsi, dan Berbagai Elemen untuk Diuji

    Jenis-Jenis Beta Testing

    © picjumbo.com

    Dilansir dari Adobe XD, ada lima jenis beta testing yang bisa dilakukan untuk menguji produk.

    1. Closeted beta testing

    Closeted beta testing dilakukan dengan melibatkan hanya sejumlah pengguna terpilih. Biasanya, jumlah beta tester untuk pengujian tipe ini dibatasi sesuai dengan kriteria tertentu.

    Misalnya, kamu berencana untuk meluncurkan produk baru.

    Untuk itu, kamu menyiapkan sebuah landing page yang memungkinkan pengunjung meninggalkan email mereka untuk mendapatkan informasi seputar produk tersebut.

    Kamu dapat memilih beta tester dari orang yang mendaftarkan diri untuk mendapatkan informasi seputar produk tersebut.

    Tipe ini lebih cocok untuk beta testing dengan cakupan terbatas. Misalnya untuk menguji fitur inti dari produk yang akan diluncurkan.

    2. Open beta testing

    Berbanding terbalik dengan closeted beta testingopen beta testing tidak membatasi jumlah beta tester yang terlibat. Beta testing tipe ini biasanya dilakukan sebagai follow up dari closeted beta testing.

    Open beta testing dapat digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif tentang target pengguna dan pola interaksi mereka.

    Pengujian tipe ini juga memberikan informasi seputar sistem ketika digunakan dalam skala besar.

    Sayangnya, sulit untuk menganalisis hasil open beta testing, terutama jika kamu memiliki banyak beta tester. Kamu akan membutuhkan waktu yang cukup lama sebelum produk dapat diluncurkan ke publik.

    3. Technical beta testing

    Technical beta testing adalah beta testing yang dilakukan oleh sekelompok pengguna yang paham teknologi.

    Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menemukan bug yang kompleks dan memberikan laporan kepada tim teknisi.

    Pengujian tipe ini akan menghasilkan analisis yang mungkin saja tidak ditemukan ketika beta testing dengan pengguna awam dilakukan.

    Ini akan membuat pengujian lebih fokus dan hasil yang didapatkan lebih relevan.

    4. Focused beta testing

    Focused beta testing dilakukan hanya untuk mendapatkan feedback seputar fitur produk tertentu. Beta testing tipe ini biasanya dilakukan dengan merilis produk atau fitur tersebut kepada publik.

    5. Marketing beta testing

    Marketing beta testing adalah pengujian yang dilakukan untuk menarik perhatian publik. Umumnya, beta testing tipe ini dilakukan untuk menganalisis platform marketing yang digunakan.

    Pengujian tipe ini juga dapat dilakukan untuk memahami reaksi pengguna terhadap produk yang baru dirilis.

    Hasil dari pengujian ini digunakan untuk menambah atau memperbarui fitur dari produk tersebut.

    Baca Juga: Apa Itu Black Box Testing? Yuk, Kenali Arti, Manfaat, dan Jenis-jenisnya

    Cara Melakukan Beta Testing

    1. Tentukan tujuan dilakukannya beta testing

    Hal yang paling penting ketika akan melakukan beta testing adalah menentukan tujuan dari beta testing itu sendiri.

    Apa sebenarnya yang ingin diuji? Apakah ada fitur tertentu yang perlu diuji secara khusus?

    Berdasarkan tujuan tersebut, kamu dapat menentukan cakupan pengujian dan menemukan tipe beta testing yang paling relevan.

    2. Rekrut beta tester yang tepat

    Tidak semua pengguna dapat menjadi beta tester. Menggunakan beta tester yang tidak sesuai dengan kriteria dan tujuan pengujian dapat menyebabkan kegagalan dalam beta testing.

    Lalu, bagaimana cara menentukan beta tester yang tepat? Kamu dapat menentukannya dengan mempertimbangkan tiga faktor berikut.

    • jangkauan pengguna
    • durasi pelaksanaan beta testing
    • biaya yang dibutuhkan

    Ketiga faktor ini dapat menentukan apakah seorang pengguna dapat menjadi beta tester yang relevan untukmu.

    3. Tentukan durasi pelaksanaan beta testing

    Durasi pengujian yang terlalu pendek atau terlalu lama akan menghasilkan hasil yang tidak representatif. Kamu harus memutuskan berapa lama beta testing dilakukan.

    Durasi ini dapat ditentukan oleh tujuan yang ditetapkan yang telah disiapkan, menyesuaikan dengan anggaran, ataupun faktor-faktor lainnya.

    4. Sampaikan informasi-informasi penting kepada beta tester

    Jika kamu telah menemukan beberapa informasi, misalnya ketika melakukan alpha testing, sampaikanlah kepada para beta tester.

    Ini akan memudahkan proses beta testing karena para tester dapat mengabaikan masalah-masalah yang telah ditemukan dalam tahap pengujian sebelumnya.

    5. Buat prosedur pengumpulan feedback yang jelas

    Sebagian besar informasi seputar pengguna memang dapat dikumpulkan secara otomatis. Akan tetapi, kamu tetap membutuhkan jalur komunikasi yang jelas dengan para beta tester.

    Para beta tester ini harus dapat menyampaikan feedback mereka tentang fitur produk dengan jelas.

    Komunikasi yang jelas antara tim dengan beta tester akan memudahkan proses beta testing dan perbaikan produk.

    Baca Juga: Mengenal Teknik White Box Testing untuk Menguji Struktur Software

    Nah, itu dia hal-hal yang perlu kamu pahami dari beta testing. Pengujian ini dapat membantumu mengembangkan produk yang akan diluncurkan.

    Selain pengujian seperti beta testing, masih banyak cara lainnya yang dapat digunakan untuk mengembangkan sebuah produk.

    Kamu bisa mempelajari berbagai cara ini melalui Glints ExpertClass, lho.

    Glints ExpertClass adalah seminar yang menghadirkan berbagai profesional sesuai dengan bidang keahliannya.

    Kamu dapat belajar dan bertanya langsung kepada mereka sesuai dengan topik yang dibahas.

    Yuk, daftar sekarang! Kuotanya terbatas, lho!

    Seberapa bermanfaat artikel ini?

    Klik salah satu bintang untuk menilai.

    Nilai rata-rata 3 / 5. Jumlah vote: 2

    Belum ada penilaian, jadi yang pertama menilai artikel ini.

    We are sorry that this post was not useful for you!

    Let us improve this post!

    Tell us how we can improve this post?


    Comments are closed.

    Artikel Terkait