Mana yang Lebih Penting, Proses atau Hasil Akhir?

Tayang 02 Des 2020 - Dibaca 8 mnt

Isi Artikel

    Sadar atau tidak, kebiasaan kerja tiap orang berbeda-beda. Nah, di antara pilihan resultoriented vs processoriented, kira-kira, yang manakah kamu?

    Setelah tahu jawabannya, memangnya, siapa yang lebih baik di antara keduanya?

    Dalam artikel ini, Glints akan menjawab pertanyaan tersebut. Simak selengkapnya di bawah ini, ya!

    Pengertian Keduanya

    Agar pemahamanmu lebih utuh, ketahui dulu pengertian dari keduanya, yuk!

    Kamu bisa membacanya di bawah ini. Informasinya dirangkum dari Psychology Today dan Industry Today.

    1. Resultoriented

    result-oriented

    © Freepik.com

    Result-oriented merupakan sebuah kebiasaan bekerja, berkomunikasi, dan berkompetisi. 

    Para pemilik kebiasaan ini cenderung fokus pada hasil akhir. Meski juga memikirkan proses, mereka kerap memusatkan perhatian pada target-target.

    Hal ini tentu sangat baik. Sebab, saat bekerja, kamu punya sederet tugas yang harus kamu selesaikan.

    Dengan fokus pada “selesai”, alih-alih “bagaimana caranya untuk selesai”, kamu tentu bisa produktif dan cepat dalam bekerja.

    Ibarat sedang menanam di kebun, orang yang result-oriented fokus pada usaha menyelesaikan penanaman semua tanaman.

    Sayangnya, jika tak hati-hati, orang yang resultoriented berpeluang mau melakukan apa pun demi mencapai tujuan. 

    Hal ini mencakup prosedur yang kurang baik, kompetisi yang kurang sehat, serta proses lainnya yang serupa.

    Baca Juga: Semakin Menjamur, Apa Itu Jam Kerja yang Fleksibel?

    2. Processoriented

    process oriented

    © Freepik.com

    Di sisi seberang, ada pula orang-orang yang process-oriented. Process-oriented sendiri juga merupakan kebiasaan bekerja, berkomunikasi, dan berkompetisi. 

    Mereka adalah orang yang fokus pada proses atau langkah-langkah. Meski begitu, tentu saja, mereka juga memikirkan target-target.

    Saat sukses, mereka cenderung bertanya soal perjalanan mereka menuju titik itu.

    Apakah semua prosesnya dijalankan dengan baik? Apakah, jika ada langkah yang dilakukan berbeda, kesuksesan ini bisa jadi lebih besar, atau malah lebih kecil?

    Ibarat sedang menanam di kebun, orang yang process-oriented fokus pada usaha menanam tumbuhan satu per satu dengan hati-hati.

    Hal ini tentu sangat baik. Biar bagaimanapun, pekerjaan tentu punya prosedur dan etika yang tak boleh dilanggar.

    Sayangnya, kebiasaan ini bisa membuat mereka terlihat kaku, bahkan perfeksionis. Sebab, semua langkah harus mereka jalani sesuai dengan prosedur yang ada.

    Baca Juga: 8 Ciri Orang Perfeksionis, Apakah Kamu Salah Satunya?

    Result-oriented vs Process-oriented

    result-oriented vs process-oriented

    © Freepik.com

    Sekarang, kita bandingkan keduanya secara langsung, yuk! Kira, kira, mana yang lebih baik di antara result-oriented dan process-oriented?

    Jawaban singkatnya, tidak ada. Glints akan menjelaskannya lebih lanjut kepadamu.

    Sebuah aturan memang dibuat agar pekerjaan tertata. Akan tetapi, mengutip Forbes, aturan bisa bersifat terlalu rumit.

    Jika sudah begitu, prosedur bisa membawa kesulitan, alih-alih meningkatkan produktivitas kerja

    Sebab, kamu mengikuti aturan semata-mata karena ia adalah sebuah aturan, bukannya fokus pada tujuan aturan tersebut dibuat. Tujuan itu memudahkanmu mencapai target-target yang ada.

    Ini bisa jadi pengingat bagi mereka yang bersifat process-oriented. Jadi, hati-hati, jangan lupakan tujuan besar kerjamu, ya!

    Baca Juga: Apa Bedanya (Sok) Sibuk Bekerja dengan Kerja Produktif?

    Nah, jika memang aturan bisa membahayakan, apakah kamu harus jadi orang yang resultoriented saja?

    Eits, tunggu dulu. Terlalu bebas dalam bekerja tak selalu baik.

    Dalam artikel lainnya, Forbes menuliskan, aturan bisa membuat pekerjaan menjadi rapi. Jika terjadi masalah, akarnya bisa cepat ditemukan dan cepat diselesaikan pula.

    Agar kamu lebih mudah membandingkan keduanya, Glints akan menuliskan contoh yang disadur dari Psychology Today.

    Coba bayangkan, kamu punya seorang anak. Idealnya, ia tentu tidak dibentak dan diajari hal yang benar secara perlahan. Ini merupakan bentuk pendekatan processoriented.

    Akan tetapi, suatu hari, sang anak menyeberang jalan tanpa melihat kanan-kiri.

    Idealnya, kamu tentu mengabaikan anjuran “hindari membentak anak”, karena ada yang lebih penting. Hal itu adalah nyawa dari anakmu sendiri.

    Dengan berteriak mengingatkan, anakmu bisa jadi batal menyeberang. Ini bisa menyelamatkannya dari bahaya.

    Jadi, dapat disimpulkan, dua kebiasaan ini sama-sama baik. Pilihannya bukanlah resultoriented vs processoriented

    Lebih tepatnya, bekerja adalah soal fokus pada alternatif keduanya atau jadi fleksibel. Tentu saja, setelah membaca informasi tadi, kamu akan memilih jadi fleksibel.

    Memangnya, bagaimana caranya jadi orang yang fleksibel? Kamu bisa mempelajarinya di newsletter blog Glints.

    Di sana, ada juga kabar terkini dan antibohong soal dunia kerja. Kapan lagi kamu mendapat informasi selengkap ini?

    Jadi, jangan tunda-tunda lagi, ya. Segera langganan gratis sekarang!

    Seberapa bermanfaat artikel ini?

    Klik salah satu bintang untuk menilai.

    Nilai rata-rata 4.2 / 5. Jumlah vote: 6

    Belum ada penilaian, jadi yang pertama menilai artikel ini.

    We are sorry that this post was not useful for you!

    Let us improve this post!

    Tell us how we can improve this post?


    Comments are closed.

    Artikel Terkait