Pelajari Value Based Pricing, Strategi Penetapan Harga yang Digunakan oleh Apple

Diperbarui 08 Feb 2021 - Dibaca 10 mnt

Isi Artikel

    Dari banyaknya strategi penetapan harga, value based pricing adalah salah satu yang bisa jadi sangat menguntungkan, tetapi bisa juga jadi bumerang.

    Pasalnya, ada banyak komponen dan faktor yang dipertimbangkan. 

    Tak bisa asal menentukan harga tinggi saja, kamu juga wajib memikirkan calon pelanggan dan segmen pasar yang ditargetkan.

    Supaya tak salah langkah, Glints sudah menyiapkan penjelasan apa itu value based pricing, komponen di dalamnya, dan juga faktor yang harus dipertimbangkan.

    Yuk, simak lebih lanjut!

    Apa Itu Value Based Pricing?

    value based pricing adalah

    © Freepik.com

    Dikutip dari Investopedia, value based pricing adalah strategi penentuan harga yang didasarkan pada pendapat pelanggan mengenai berapa nilai yang mereka tentukan untuk sebuah produk.

    Intinya, penentuan harga lebih difokuskan kepada nilai produk, bukan biaya produksi dan pengeluaran lain untuk membuat produk tersebut saja.

    Contoh mudahnya adalah toko-toko yang menggunakan prinsip ethical fashion.

    Ketika menentukan harga, yang dipikirkan bukan hanya biaya bahan, pekerja, atau logistik. Terdapat faktor keunikan dan nilai yang dipegang oleh bisnis tersebut. 

    Dalam kasus ini, misalkan bahan yang digunakan untuk membuat produk ramah lingkungan, pekerjanya digaji dengan layak, dan barang yang dihasilkan diproduksi secara terbatas.

    Nilai tersebutlah yang membuat harganya biasanya dipatok lebih tinggi, karena memang berbeda dari perusahaan lain yang mungkin menjual barang dengan model serupa.

    Namun, perlu diingat bahwa penggunaan strategi ini tak melulu harus berujung dengan harga akhir yang mahal, ya.

    Bisa saja harga akhirnya murah, tetapi nilainya sesuai dengan apa yang pelanggan ingin bayar.

    Baca Juga: Kurangi Risiko Bisnis dengan Membuat Sales Plan yang Mumpuni

    Contoh brand yang menggunakannya

    © Unsplash.com

    Salah satu contoh brand besar yang menggunakan strategi value based pricing adalah Apple. 

    Ketika bicara gadget, Apple adalah salah satu brand yang dikenal dengan harga premiumnya. Meskipun begitu, orang-orang tak berhenti membeli dan bahkan selalu antusias menunggu peluncuran produk terbarunya. 

    Kira-kira kenapa begitu, ya?

    Menurut The Product Company, hal tersebut dikarenakan mereka memiliki operating system yang dirancang seramah mungkin untuk pengguna dari beragam kalangan dan juga desain yang selalu elegan dan modern.

    Meskipun mungkin kualitas produk kompetitor ada yang lebih bagus, orang yang sudah terbiasa menggunakan Apple pasti melihat ada value lebih di dalamnya dan tetap setia membeli produknya.

    Komponen dalam Value Based Pricing

    © Freepik.com

    Ketika ingin menggunakan value based pricing, terdapat beberapa komponen yang harus jadi pertimbangan utama. Harvard Business School menyebutnya sebagai “value stick”.

    Empat komponen di dalam value stick tersebut adalah willingness to pay (WTP), harga, biaya yang dikeluarkan, dan juga willingness to sell (WTS). 

    Kamu bisa baca penjelasannya di bawah ini.

    1. Willingness to pay (WTP)

    Dalam value based pricing, willingness to pay (WTP) adalah harga tertinggi produk atau jasa dalam batas wajar pelanggan, sehingga kemungkinan besar mereka akan tetap membeli. 

    Nah, di antara WTP dan harga sebenarnya yang dikeluarkan oleh pelanggan, ada yang dinamakan “customer delight”.

    Sensasi tersebut dirasakan oleh mereka setelah membeli produk atau jasa, karena merasa bahwa nilai yang didapatkan sepadan atau bahkan lebih dari yang telah dibayarkan. 

    Setelah puas dengan apa yang didapatkan, tentunya akan terbentuk brand loyalty secara otomatis.

    Maka dari itu, penting untuk memikirkan WTP agar dampak jangka panjangnya terasa.

    2. Harga

    Selanjutnya adalah harga akhir yang ditetapkan untuk sebuah produk atau jasa. 

    Optimalnya, penentuan harga ada di tengah-tengah antara komponen willingness to pay dan juga biaya produksi yang telah dikeluarkan.

    Penentuan harga ini menjadi toloak ukur apakah pelanggan akan merasakan customer delight dan perusahaan tetap mendapat margin keuntungan yang diinginkan.

    Baca Juga: Ingin Penjualan Meningkat? Yuk, Ketahui Sales Tools dan 6 Kategorinya!

    3. Biaya yang dikeluarkan

    Dalam penentuan harga pada value based pricing, biaya yang dikeluarkan adalah komponen yang tak boleh terlewatkan.

    Biaya yang dimaksud mencakup semua komponen barang atau jasa mulai dari yang terlihat di produk akhir sampai yang tidak (penyewaan ruangan, logistik, dan lainnya).

    4. Willingness to sell (WTS)

    Willingness to sell (WTS) merupakan komponen yang berkaitan dengan supplier, yaitu harga terendah yang bisa dibayar oleh sebuah perusahaan kepada supplier-nya.

    Hal-Hal yang Harus Dipertimbangkan

    © Freepik.com

    Meskipun cukup menggiurkan, dari awal disebutkan bahwa value based pricing merupakan strategi yang cukup riskan.

    Bisa saja kamu mematok harga terlalu tinggi tanpa riset dan pertimbangan, sehingga pelanggan berujung kabur ke kompetitor.

    Berikut ini adalah beberapa hal yang harus dipertimbangkan sebelum menggunakan value based pricing, dikutip dari Harvard Business Review

    1. Tentukan segmen pasar

    Ketika menggunakan value based pricing, fokus kepada satu segmen pasar adalah salah satu kuncinya.

    Sebagai contoh, ada perusahaan A yang ingin menjual bluetooth headset. 

    Fokus utama dalam menentukan harga adalah segmen pasar yang ingin membeli bluetooth headset, bukan pembeli headset biasa.

    2. Selalu bandingkan dengan kompetitor

    Untuk menentukan harga yang value based, kamu harus selalu membandingkan dengan kompetitor. 

    Misalnya, perusahaan A harus memikirkan bahwa ketika pelanggannya tak membeli produk dari mereka, kira-kira perginya akan ke mana? Apakah perusahaan B atau C, lalu bagaimana perbandingan harganya?

    Intinya, penting untuk membandingkan harga dan nilai yang dijual oleh kompetitor untuk produk serupa.

    Baca Juga: Mulai Bisnis Kecil? Ini Cara Menentukan Target Market-mu

    3. Apa yang membedakan produk atau jasa tersebut?

    Faktor ini juga tak boleh terlewatkan, nih.

    Ketika menggunakan value based pricing, harapannya adalah pelanggan membeli produk dari nilainya secara keseluruhan.

    Nah, kamu wajib mengetahui apa yang membuat produk atau jasamu spesial, apa yang membedakannya dari kompetitor, dan mengapa harga yang dipatok sepadan dengan apa yang harus dibayarkan oleh pelanggan.

    Intinya, ketika ingin menggunakan value based pricing, kamu harus benar-benar tahu apa yang membedakan produkmu dari produk lain. 

    Jangan lupa juga untuk mempertimbangkan berbagai macam komponen dan faktor, agar strategi benar-benar optimal dan tak jadi bumerang.

    Kalau ingin belajar lebih lanjut seputar value based pricing atau strategi penetapan harga lainnya, kamu bisa mengikuti Glints ExpertClass, lho.

    Di dalam Glints ExpertClass, kamu berkesempatan untuk diajarkan langsung oleh para profesional segudang ilmu dan pengetahuan seputar dunia sales.

    Jadi, tunggu apa lagi? Cari kelas yang ingin diikuti, jangan sampai kelewatan kesempatan emas ini!

    Seberapa bermanfaat artikel ini?

    Klik salah satu bintang untuk menilai.

    Nilai rata-rata 3.5 / 5. Jumlah vote: 2

    Belum ada penilaian, jadi yang pertama menilai artikel ini.

    We are sorry that this post was not useful for you!

    Let us improve this post!

    Tell us how we can improve this post?


    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *

    Artikel Terkait