Model Waterfall: Pendekatan Sequential Life Cycle Model Paling Awal

Diperbarui 26 Jan 2021 - Dibaca 9 mnt

Isi Artikel

    Dalam software development life cycle (SDLC), model waterfall adalah pendekatan paling klasik awal yang digunakan. 

    Penerapannya pun singkat, tak berbelit-belit. Pekerjaan para developer pun jadi lebih mudah. 

    Disarikan dari TechTarget, Guru99, Tutorialspoint, dan ToolsQA, berikut adalah penjelasan lengkap seputar waterfall model.

    Yuk, simak sampai tuntas!

    Pengertian Model Waterfall

    Waterfall model adalah model tertua dari SDLC. Meskipun tertua, metode yang digunakan model ini justru sangat sederhana.

    Model ini bersifat linear. Setelah satu fase selesai, kamu bisa langsung berlanjut ke fase setelahnya.  

    Nah, setiap fase memiliki semacam turunan yang menunjukkan bahwa mereka saling terpengaruh dan berkaitan.

    Ketika digambarkan, rangkaian fase tersebut terlihat seperti air terjun. Itulah yang membuat model ini disebut dengan istilah “waterfall”.

    Baca Juga: Ingin Jadi Software Developer? Pelajari Daftar Pertanyaan Interview Ini!

    Tahapan di Dalamnya

    1. Requirements

    waterfall model adalah

    © Rawpixel.com

    Tahapan pertama adalah requirements atau tahap pengumpulan semua data yang dibutuhkan dan juga analisis. 

    Ketika ingin membuat aplikasi, dibutuhkan sebuah dokumen berisi informasi seputar software system yang nantinya akan dikembangkan. 

    Salah satu contoh dokumennya adalah product requirement document (PRD). Dokumen ini berisikan semacam checklist apa saja yang ada dalam proses pembuatan sebuah aplikasi.

    Hal tersebut berisi mulai dari pain points para user sampai bagaimana fungsionalitas aplikasi yang diinginkan.

    2. Desain

    © Rawpixel.com

    Setelah mengumpulkan dokumen persyaratan dan menganalisis sistem, tahap selanjutnya adalah desain. 

    Pada tahap ini, hal-hal yang harus dipersiapkan adalah bahasa pemrograman yang akan digunakan (PHP, Java, dan lainnya), database, dan juga detail teknis lainnya.

    3. Coding (pembuatan)

    model waterfall

    © burst.shopify.com

    Tahap selanjutnya dalam model waterfall adalah pembuatan.

    Pembuatan yang dimaksud di sini adalah coding software, menggunakan data yang ada di persyaratan dan juga desain.

    4. Implementasi (uji coba)

    © Pexels.com

    Nah, tahap model waterfall selanjutnya memungkinkan kamu untuk menguji software yang sudah dimasukkan code dan persyaratan lainnya. 

    Orang yang bertanggung jawab di sini adalah tim QA (quality assurance), beta tester, atau penguji lainnya. 

    Mereka harus mencari tahu apakah software yang tadi dibuat sudah sesuai dengan spesifikasi klien atau belum, apakah ada kekurangan yang mungkin terlewat, dan lain-lain. 

    Biasanya, tahap ini cukup lama karena para penguji harus memastikan kalau semua permasalahan yang mungkin muncul sudah diselesaikan.

    Kalau tidak, tahap lain bisa terpengaruh dan semuanya jadi berantakan.

    Baca Juga: Yuk, Ketahui Perbedaan Quality Control dan Quality Assurance!

    5. Deployment

    © Freepik.com

    Kalau implementasi uji coba dilakukan oleh tester internal, beda halnya dengan deployment.

    Tahap deployment ini semacam perilisan ketika produk (aplikasi) dinyatakan fungsional dan dapat digunakan oleh user langsung.

    6. Maintenance

    model waterfall

    © Pexels.com

    Tahap terakhir yang tak kalah penting dalam waterfall model adalah maintenance.

    Setelah diluncurkan, kamu tetap harus melakukan pembenaran dan penyempurnaan aplikasi.

    Pernah lihat aplikasi yang memiliki banyak versi baru setiap beberapa saat sekali? Nah, hal tersebut dikarenakan ada maintenance yang harus selalu diperhatikan. 

    Intinya, hal ini ditujukan agar produk tetap sempurna dan user dapat menggunakannya dengan lancar.

    Kapan Harus Menggunakan Model Ini?

    Saat paling tepat menggunakan waterfall model adalah ketika proyek yang dikerjakan tak terlalu besar dan tidak dibutuhkan perubahan terus-menerus.

    Mengapa begitu? 

    Salah satu kekurangan model ini adalah ketika ada kesalahan, hal tersebut hanya bisa diperbaiki dalam tahap itu saja. 

    Kalau sudah sampai di tahap lain dan baru sadar, tentu akan merepotkan. 

    Meskipun begitu, hal ini memang dapat membuatmu terbiasa untuk lebih teliti di awal agar terhindar dari kesalahan-kesalahan seperti ini. 

    Kelebihan lain dari waterfall model adalah karena analisis dan desain dilakukan di awal, proyek jadi lebih terstruktur dan jelas arahnya ingin dibawa ke mana.

    Jadi, tidak ada namanya tiba-tiba berubah di tengah dan harus mengubah detail lainnya lagi.

    Baca Juga: 7 Bahasa Pemrograman yang Dibutuhkan di Dunia Kerja

    Semoga setelah membaca sampai di sini, kamu jadi lebih paham seputar model tertua dari software development life cycle ini, ya. 

    Masih ingin memperdalam pengetahuan dan mengasah kemampuan di bidang IT? Tenang saja, ada Glints ExpertClass yang akan memenuhi kebutuhanmu.

    Glints ExpertClass adalah kelas yang dibawakan oleh para ahli di bidang IT dengan bertahun-tahun pengalaman. Jadi, kamu tidak perlu meragukan kredibilitas pengajar di setiap kelasnya. 

    Tunggu apa lagi? Cari kelas IT yang diinginkan, jangan sampai ketinggalan kesempatan emas untuk memperdalam ilmu, langsung dari ahlinya!

    Seberapa bermanfaat artikel ini?

    Klik salah satu bintang untuk menilai.

    Nilai rata-rata 3.7 / 5. Jumlah vote: 3

    Belum ada penilaian, jadi yang pertama menilai artikel ini.

    We are sorry that this post was not useful for you!

    Let us improve this post!

    Tell us how we can improve this post?


    Comments are closed.

    Artikel Terkait