TalentsTalk Eps. 04: Harris, Business Development at Insider

Diperbarui 12 Apr 2022 - Dibaca 26 mnt

Isi Artikel

    TalentsTalk adalah sesi ngobrol bareng dengan berbagai narasumber dengan topik seputar karir dalam bidang tech. Di episode ke-empat ini, tim Glints berkesempatan untuk berbincang dengan narasumber yang berprofesi sebagai Business Development.

    Yuk, kenalan dengan Harris, Business Development dari Insider sebuah startup Growth Management Platform (GMP). Meski bergerak di industri tech, Harris memulai karirnya di bidang yang berbeda dan latar belakang yang juga kontra.

    Ingin tahu caranya memulai karir bisnis di bidang tech? Mari simak obrolan kami di bawah ini ya!


    Hi Harris! Bisa ceritain dari masa kuliah dan tipping point yang lo alami hingga ada di posisi sekarang ini?

    Menariknya gua kerja di perusahaan tech, cuma teman-teman kalau lihat latar belakang gue pasti kaget. Karena gue enggak punya latar belakang tech. Jadi gua ambil S1 itu teknik sipil. So i used to build bridges and buildings. Selama kuliah kurang lebih 4,5 tahun kerjaan gue sekarang dan dulu nggak nyambung. Tapi hal bagusnya adalah, bener ketika setiap orang bilang “ngapain lo kuliah?” at the end its just a matter a piece of paper. Tapi ternyata bagi gue tippingg poin yang berarti banyak adalah network sih.

    Dan dulu gue itu kura-kura alias kuliah rapat, kuliah rapat.

    Terlibat di organisasi, gue dulu di Trisakti jadi organisasinya lumayan robust. Akhirnya sebelum gua lulus gua ketemu temen2 dari beda fakultas yang kita pengen ngegarap sesuatu di dunia startup. Jadi itu yang gua bilang mungkin tipping point gue di situ. 

    Gue dan teman-teman sering ngobrol, mencoba inisiasi bisnis dari yang hanya aktifitas sosial sampai ke comercial segala macam. Ya emang company-nya gak ada ya sekarang. Tapi buat gue itu jadi katalysator buat gua masuk ke dunia ini.

    Baca Juga: 5 Tips Efektif untuk Mengembangkan Strategi Business Development

    Jadi saat lo lulus langsung mikirin soal gimana caranya lo bisa break in ke startup atau lo kerja di suatu institusi dulu?

    Jadi bagi gue sih yang pertama di kampus gue dan juga kampus yang sekarang tuh informasi tentang pekerjaan atau kesempatan di dunia startup tuh kurang. Itu sekitar tahun 2015. Semua fresh fraduate masih mengarah bagaimana caranya mendapat kerja. Dan saat itu gue nggak punya akses ke sini (ke startup) baik dari keluarga mau pun dari alumni kampus, dimana rata-rata alumni kampus masuk ke corporate company. Jadi pertama gua kerja dulu di sipil dan beberapa tempat lainnya yang gak berhubungan dengan startup. 

    Apa yang lo alami ketika bekerja di sipil?

    Pas gua join di Insider itu gua di invite sama co founder, itu bagusnya sih lo gak perlu struktur segala macam. Dia nanya pertanyaan yang sama, kenapa lo nggak nerusin di dunia sipil. Gue sih sebenarnya udah sadar di tahun akhir gue di sipil sih, itu jurusan yang bagus ya, tapi industrinya udah gak berkembang dari 50 tahun lalu. Apa yang lo pelajarin sekarang tuh, sama kaya dulu. Dan gua bukan tipe ingin stuck di situ, gua pengen berkembang.

    Bukannya lo bisa aja kan disrupt industri lo itu, kenapa gak lo lakuin ya?

    Pertanyaan menarik. Itu rumit sih sebenarnya pertama i’m a c student, IPK gue nggak gede-gede banget. Jadi kalau mau climb that ladder di sipil ya ada 2, lo harus pinter atau ya lo punya network yang ok. Kebanyakan temen2 gue yang udah menetap di dunia sipil ya punya salah satu di antara 2 kriteria itu.

    Apakah lo bisa percaya diri bilang “gua ambil jalur ini, bisa kok sejajar sama lo”

    Thats the perks of startup. Itu yang belum teman-teman gue dapat mungkin ya. Akhirnya mungkn mereka akan dapat, karena pekerjaan perusahaan corporate, kemudian sipil itu a very big organization. Jadi ya susah gitu loh karena prosesnya akan panjang. Bagi gue sekarang, gua lebih nyaman di bidang ini dari teman-teman gue yang masih bergelut di bidang sipil.

    Di profil Linkedin gue liat lo pernah kerja di sebuah asuransi, gimana lo bisa join ke sana?

    Jadi itu gue lakukan saat gua lagi tesis di kampus sih. Tapi saat itu gua udah ada di level gua harus rekrut, ya gua harus jual asuransi. Dalam hal sales, asuransi itu bisnis yang agak rumit, lo jual sesuatu  yang nggak bisa lo liat barangnya. Agak sulit tapi marketnya masih besar di Indo karena waktu itu belum ada BPJS. Jadi pada saat itu orang tuh masih “yaudah insurance harus come first” jadi peluangnya masih ada. Tapi akhirnya gue pun gak terlalu betah di situ.

    Kenapa tuh nggak betahnya? Apakah karena culture atau lo anggap sebagai pengalaman aja?

    Ya itu salah satu pengalaman sales gua yang jump on the field. Cuma yang gue lihat juga adalah, bahwa itu adalah bisnis yang menarik kalau dilihat dari materi apa yang lo bakal dapet. Jadi lumayan menggiurkan juga. Tapi lagi-lagi gue nggak betah terjebak sama satu hal. Karena gue lihat sampai lo 10-20 tahun nantinya gue akan tetap ngerjain hal yang sama. Selling same things, and will not evolve. Itu lagi-lagi yang bikin gue cabut.

    Sekarang kan insurance udah mulai masuk di dunia tech, bahkan udah ada namanya sendiri insurance-tech. Lo ada kaya perasaan nyesel ninggalin?

    Enggak juga sih. Masih ada teman gue yang ada di situ and mereka menghasilkan cukup banyak uang. Tapi lagi-lagi gua yakin kalo gue pun ada di situ and make a good money, i will not enjoy. Karena lo akan melakukan hal yang sama dengan produk yang sama. Jadi kaitannya dengan tech yang sekarang kita lakukan, banyak teman-teman perusahaan yang ok, yang udah masuk ke financial product, mencoba masuk ke ke orang-orang. Itu satu sisi akan diserap Salesman di asuransi, itu yang agak bahaya. Karena the trickiest part of selling is people, jadi ketika lo ngobrol sama orang…ya gitu. Itu sih tanggapan gua.

    Nah sekarang balik lagi untuk bahas posisi lo sebagai Partners di Insiders, istilah Partners sendiri kan masih multitafsir, lo bisa jelasin gak Partners itu apa?

    Jadi di Insiders kita punya salah satu note atau return regulacy di company yang biasanya disebut employee stock option. Di sini karyawan bisa mendapatkan kesempatan untuk menjadi shareholder perusahaan dan itu disebut Partners, di mana perusahaan akan mengevaluasi dua kali dalam setahun sebanyak  300-400 karyawan dan dicari tahu siapa yang kira-kira eligible untuk mendapatkan title Partner tersebut, ini additional sih tapi memang ada beberapa tanggung jawab yang jadinya diberikan setelah karyawan menjadi Partners.  

    Menariknya gue baru kerja satu setengah tahun di sini dan gue dapat kesempatan sebagai Partners, ini menjadi salah satu bagian yang menantang bagi gue karena dengan menjadi Partners gua harus berkontribusi lebih pada perusahaan, karena dengan status Partners ini gua ada di satu posisi yang sama dengan  co-founder dan gua harus bisa mengelola employee juga.

    Kalau dari segi peran lo sebagai Business Development gimana?

    Gue melakukan sales. Itu peran utama gue. Di luar personal KPI, ada lagi KPI memang yang dari menjadi seorang Partner. Salah satunya selalu merekrut. Walaupun itu kan peran Talent team. Tapi lo akan harus selalu merekrut dan jadi ambassador Insider. Dan itu salah satu tanggung jawab yang sulit dan menantang apalagi di Indonesia sendiri kan talent lumayan gak keliatan ada dimana.

    Nah kalau dari segi tim lo ada berapa besar sekarang?

    Kalau di Indonesia sendiri ada 14 orang, termasuk Sales sendiri ada 4 orang sih sejauh ini. Di Indonesia sendiri ada 14 orang. 

    Kurang lebih lo bisa generate berapa dari 4 tim?

    Rata-rata mungkin hampir 20k per bulan. Bertumbuh lah apalagi kita B2B space dan butuh proses. Sales cycles-nya nggak segampang lo jualan asuransi. Kalo di B2B lumayan susah sih.

    Lo berarti di sini mencakup Account juga kan? Atau itu ada di divisi yang berbeda?

    Kalau di region office seperti di Indonesia kita terdiri dari ada 2 role. 1 BD 2. Account. Jadi tugas gua adalah kasih tahu apa itu Insider, mencoba meyakinkan mereka kenapa mereka harus adaptasi dengan tech, dan nilai apa yang bisa mereka tambah. Satu bulan awal itu masih gue yang pegang.

    Tapi selama sebulan itu, kita juga sambil pelan-pelan transisi ke Account Manager. Tapi in day to day basis misalnya butuh untuk retain Partners, build a report dan komunikasi segala macam gua masih terlibat sih. Tapi kalo hari-hari lebih ke Account Manager. Jadi lebih ke bulan pertamanya aja gua terlibat.

    Nah dengan tim sekecil itu kan lo bisa men-generate sekian profit yang tadi sudah lo sebutkan, Menurut lo apa sih nilai dari keberadaan lo pada tim? Apa sih yang paling esensial untuk tim lo?

    In a corporate numbers matters, performance, how you contribute to company, berapa sales yang lo bawa, kemudian nggak seringnya lo absen. Itu untuk corporate level lah. Tentunya hal itu kita bawa ke startup, kita berkomitmen ke KPI. Tapi di sisi lain bagi gua value apa yang gua jaga dengan keberadaan gua di sini itu culture.

    Jadi CEO gua tuh wanita, a very good person. Dia punya satu jargon yang kita aplikasikan di berbagai hal. Kita bikin bisnis di Insider “product is one product, but culture is next 100 products”. Karena itu yang bikin kita tetep bergerak sih. Apa sih culturenya? Ya hardworking, caring, empathy, do some shit eventho its not your shit. Even picking up trash and picking up dishes yang bukan kerjaan lo. 

    Apa yang lo lakuin untuk refresh your mind

    Untuk temen-temen yang belum siap untuk hustle, saran gua cari B2C dulu. Karena stress, pasti, semua startup stress, karena they ask you to work maybe more than you should. Tapi yang lo dapatkan apa? Mungkin you have to be there 3 time faster dari teman lo yang nggak di startup. Jadi pernah ada investor terkenal Andersseen Harowitz, dia di intro speech dia bilang  “gua bukan entrepreneur, but i’m a B2B entrepreneur”. Apa bedanya? Tiap hari stress. Mungkin kaya B2C, lo pelajari datanya, oh ada 20% orang yang nggak beli, ayo pikirin da pecahin masalah satu-satu. Berbeda dengan kalo gua hari ini kliennya cuma 2 , jadi kalo ada satu yang ilang ya stress.

    Itu dia kenapa kita benar-benar memperhatikan semua detail yang kadang bikin stress. Jadi yang gua lakukan di luar kantor ya paling tidur. Gua kerja 16 jam sehari, jadi cuma punya sisa waktu 8 jam. Jadi gua tidur, kalo sempet gua baca buku. Sama gua belajar bahasa inggris. Jadi gua belajar gimana English gua lebih fluent dan formal. Banyak fakta yang lumayan menarik kaya bedanya gimana orang dari North West ngomong sama South West. Dan beberapa penyebutan yang sebenarnya harusnya seperti apa. Semua gua lakuin otodidak, kebanyakan dari Udemy atau Masterclass.

    Baca Juga: 9 Skill yang Harus Dimiliki Sales dan Business Development

    Lo ada personal project nggak?

    Gue nggak punya personal project. Karena gue all in di sini. Mungkin pertama gue gak bisa punya side job. Walaupun nggak ada peraturannya, lo bisa punya pekerjaan sampingan apapun. Tapi gue nggak punya karena takut keteteran. Kedua karena emang gua nggak mau. Karena gini, ide itu banyak dan network pun ada untuk dukung itu. Tapi makin lo tahu, makin lo nggak berani.

    Makin lo tau how to develop company, how to do marketing, how to do sales, makin gue sadar masih banyak yang gue harus pelajari dulu. Makanya gue mau fokus ke perusahaan ini. Sambil gue kerja sambil gua belajar. Kadang gue pengen telfonan sama Talent team, sejam aja. Gua mau tau cara proses rekrutmen kaya apa, how you dealing with third party kaya Glints dll. Jadi menarik banyak banget hal yang bisa dipelajari.

    Dengan peran yang banyak dan pekerjaan yang padat, gimana sih lo bisa fokus?

    Sederhana banget, mulai dari zero notification. Itu yang gua lakukan dari awal gue gabung Insider. Itu yang co founder gua bilang ke gua “if you wanna be great person, start from zero notification”. Jadi hari ini gua nggak punya notifikasi sama sekali, kalo lo WA, gue nggak akan tahu. Kalo di IOS baru kan lo bisa cek screen time gitu. Yang paling susah buat gua adalah media sosial. Karena lo kerja di tech space, lo kaya mau tahu apa yang terjadi di luar dan sumber-nya pasti dari media sosial. Dan kita kerja di gawai yang sama, dengan lu bikin zero notification itu membantu banget. Jadi notifikasi yang nyala itu ride hailling (Gojek/Grab) dan bank sih. Yang lain nggak ada. Tapi kalau untuk jangka panjangnya gimana ya bangun rasa disiplin aja sih.

    Anak muda kan suka liat rumput tetangga lebih hijau, jadi suka pindah, kok gue nggak lihat itu dari lo ya?

    Itu masalahnya sih, gue nggak datang dari industri ini. Terus mulai dapat exposure di industri ini, harusnya sih gue norak. Harusnya norak dan ingin pindah ke tempat lain. Tapi lagi-lagi gue belajar dan sering bicara dengan co founder gua. Dia bilang this is not about money, this is not about tittle, tapi udah bicara tentang lo dan pembuktian diri lo. Dan Insider itu perusahaan, tapi akhirnya ini fasilitas gua untuk gua buktiin ke diri gue sendiri. Jadi gue gak liat gue bisa dapat itu dari perusahaan lain. Karena sekarang banyak teman-teman yang 3 bulan pindah, biasanya gagalnya di probation, dan rata-rata dari diri mereka yang nggak mau nerusin bukan perusahaannya.

    Siapa sih yang jadi inspirasi lo?

    Ada banyak banget cuma gua akan sebut 2.

    Yang pertama gua suka banget sama Gary Vaynerchuck, one of the great guy.Tapi satu pesan yang dia bawain banget ke teman-teman kalo dengerin podcastnya. Video series-nya, itu semua tentang grind and hustle. Jadi stop talking, grind, eat dirt.

    Yang gua suka adalah, itu bukan motivasi yang basa-basi tapi memang benar. Gua punya satu video advice buat teman-teman yang masih 20-an, ini akan membuka gambaran lo sih. Jadi si Gary V ini dia salah satu Content Marketer terkenal, dia punya digital agency yang menangani perusahaan besar kaya Apple, Facebook dll. Videonya di Youtube namanya Advice for 20’s. 

    Yang kedua yang banyak banget bikin perubahan dalam hidup gua adalah co founder gua, dia berasal dari Turki. Sangat menginspirasi, dan beliau adalah sosok one time entreupreneur,  beliau jual bisnis pertamanya untuk bangun Insider. Dan beliau hidup pindah-pindaah untuk coba bangun market dari Insider. Jadi yang beliau lakukan adalah hidup menggunakan kartu kredit, bukan beliau yang kelola dan enggak pernah terima salary, pengeluaran beliau hanya untuk kebutuhan sehari-hari. Beliau bilang “Insider comes and go, but people stay”.

    Beliau ngajarin gua banyak hal dari performance, culture, put love in everything. 

    Dan beliau selalu tinggal di negara dimana Insider akan expand, juga di Indonesia. Gua cukup beruntung karena lumayan dekat dengan beliau. Beliau juga bilang bahwa gift-nya pada Indonesia adalah adanya entrepreneur hebat dan beliau menaruh harapan itu di gua. Dan inilah yang menginspirasi gua. Beliau juga selalu bilang apa yang gua lakuin itu harus ada kontribusinya pada negara.

    Menurut lo apa yang bisa dilakukan agar anak muda punya semangat dalam berkarir? Baik di dari segi industri tech mau pun non tech?

    Yang pertama sih saran gue, cari apa yang bikin lo enjoy. Dan misal pertanyaannya apakah harus pindah atau tidak dari industri non tech ke tech? Gue akan bilang harus, tapi balik lagi lo kira-kira enjoy atau enggak. Karena sekarang semua yang ada sekitar kita sedang mengalami perubahan ke tech. 

    Tips untuk teman-teman yang mau start ke dunia tech tapi engga punya latar belakang sama sekali yang berhubungan dengan tech, kalian bisa mulai sebagai Business Development dan yang pasti kalian juga jangan takut untuk memulai!

    Kenapa Business Development (BD)? Karena lo akan memahami market, produk dan membangun koneksi dan inilah yang akan menjadi bekal persiapan kalian untuk memulai karir di industri tech.

    Bisa jelasin workflow lo sehari-hari seperti apa sih?

    Kalau sehari-hari sih peran gua lebih ke dua hal: yang pertama pastinya sebagai Business Development (BD), sebagai BD gue fokus untuk mencari partner yang tepat. Yang kedua yang gua lakukan adah merekrut dan scale the team,  yang kedua ini bagaimana caranya gua menemukan kandidat yang tepat. 

    Kalo bicara mengenai challengenya sih lumayan banyak. Karena hampir semua tim produk dan tim marketing yang sehari-harinya perlu interaksi dengan kami ada di Eropa, yang mana beda 4-5 jam sama Indonesia. 

    Terus yang kedua kita perminggu itu ada gathering secara global, kalau untuk gatheringnya BD namanya Sales University. Di sini kita sharing semua pengalaman yang enak dan enggak enak, dari pencapaian sampai best practice yang kami punya dari tiap-tiap negara, selain Sales University, ada juga Startup School yang diadain setiap akhir pekan.

    Tantangannya sih ada di soal waktu, karena kalau di Indo ketika ngelakuinnya mulai dari jam 21:00 Wib malam via Zoom, tapi kalau di Australia dan Jepang mereka mulai dari jam 23:00 Wib. Tapi ya memang apa pun yang kita lakukan memang akan memakan waktu, balik lagi ini jadi bicara dari culture yang dimiliki di Insider.  

    Gua penasaran deh, ini kan di Insider orangnya beda-beda dan dari berbagai negara. Bagaimana lo kenal dengan satu sama lain?  Dan bagaimana kalian bisa sharing pengalaman satu sama lain?

    Pertama sih yang nyatuin kita adalah visi dari perusahaan. Jadi kita percaya bahwa kami disini semua adalah keluarga dan kami belajar dari satu sama lain. Ini kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh perusahaan lain, terutama kami sebagai perusahaan global dimana lo punya kesempatan untuk membuka networking lo secara global juga.

    Bahkan kita sharing sama temen-temen di Russia tuh orang di sana kalo ketemu lo gak mau salaman gitu. Ya nggak usah jauh-jauh di Russia lah, orang yang berbisnis di Singapura dan Malaysia juga beda. Mereka nggak suka basa basi, jadi langsung to the point.

    Memang marketnya berbeda-beda dan cara berkomunikasinya pun juga beda. Di Indonesia juga ada tantangan sendiri, tapi pada akhirnya kan produk yang kita jual kan sama. Kita coba belajar berbagi bareng-bareng. Jadi nggak jarang juga teman-teman di Russia menghadapi apa yang udah dilalui sama teman-teman di Singapura. Gitu sih cara kita interaksi.

    Jadi gak jarang juga temen-temen di Russia face apa yang udah dilalui sama temen-temen di Singapura. Gitu sih cara kita interaksi.

    Tapi diluar itu kalau setiap ada anak baru pasti akan kami sambut bareng-bareng dan ada grup juga untuk tetap bisa komunikasi.

    Apa yang lo lakukan ketika lo ketemu klien yang punya banyak keinginan dari perspektif B2B?

    Jadi yang paling susah kalo B2B itu kalau lo coba pitching ke perusahaan A kemungkinan terbesarnya perusahaan itu adalah perusahaan satu-satunya yang pengen lo dapat. Satu lagi yang sulit itu adalah mengelola ekspektasi, dan stakeholder.

    Karena kami jual satu teknologi  yang dimana penggunaan produk harus involve dari banyak divisi, dari marketing, product, kadang BI, kadang finance pun juga terlibat. Tantangannya adalah bagaimana kami bisa memberikan arahan pada klien dengan tepat.

    Bisa jelasin bagaimana proses lo dalam mengambil suatu keputusan? 

    Balik lagi karena ini startup, jadi bicara tentang meritokrasi. Pada dasarnya, lo bebas tapi tetap bertanggung jawab dan KPI tetap menjadi acuan lo. Lo tau apa yang harus lo kerjakan dan apa yang harus lo capai. Tapi untuk sehari-hari semuanya punya kesempatan untuk membuat keputusan tanpa perlu hierarki dan ini lah yang bikin kami berkembang.

    Dan bagaimana gue ambil keputusan itu agile sih, jadi langsung aja tanpa perlu banyak pertimbangan kalau perlu kami hubungin pihak lain di kantor ya silakan, dan gak perlu banyak waktu lah untuk nunggu.

    Misalkan, kalian lagi cari klien nih dan tiba-tiba lo nemu dua sales yang menghubungi satu klien yang sama, bagaimana dengan pembagian comissions?

    Ada benarnya juga sales itu hidup dari commisions, bukan dari gaji bulanan. Kami punya teknologi-nya untuk sharing dimana semuanya harus ter-record, misal siapa yang jadi PIC-nya dan bagaimana pembagian kerjanya.  Dan untuk sebagian klien besar memang memiliki decision maker lebih dari satu orang dan ini akan membutuhkan lebih dari satu  orang sales untuk menangani klien tersebut, nah tugas kami yang diluar grup adalah menjadi salah satu support system, meskipun itu bukan deal dari gua.

    Sales itu kan berdasarkan performance juga, bagaimana kalau mereka tidak kunjung mencapai target? Apa yang akan lo lakukan?

    Tantangannya adalah buat teman-teman yang masuk rata-rata masih millenial dan bagaimana mengelola mereka unik juga. Karena kadang ada  seseorang yang over-achiever tapi bukan orang yang tepat dalam kultur, pertanyaannya jadi begini “lo mau save performance atau kultur?” dalam kondisi  kami harus milih sih antara kedua hal tersebut, dan akhirnya kami memutuskan kultur adalah jawabannya. Ini salah satu keputusan yang sulit sih.

    Ada insights yang menarik untuk sehari-hari berhubungan dengan klien?

    Ini yang gua suka dari B2B bisnis. Gua punya kesempatan untuk ketemu teman-teman dari senior level,  jadi insightsnya itu ada di networking dan mentorshipnya. Dan gua masih berhubungan dengan dekat, dimana mereka bilang kalau mau konsul soal kerjaan mau pun diluar kerjaan boleh langsung hubungi. Dan emang jadi klien Insider juga sih. 

    Menurut lo bagaimana produk lo membawa value pada mereka? 

    Jadi Insider itu adalah growth management platform. Yang kami bantu itu adalah bisnis online yang berfokus pada B2C, B2B juga selama mereka punya online channel. Kami bantu mereka untuk mencapai key grow metrics.   

    Tapi kadang ada company yang bingung key metrics apa yang mau difokusin, tapi mungkin terhalang budget mau pun prioritas. Nah dengan kondisi begini apakah lo akan mengikuti permainan mereka atau gimana?

    Market Indonesia itu sangat luas dan sangat kompetitif, tapi produk gue itu sudah diadopsi lama di Eropa Indonesia bisa dibilang telat. di lain sisi, market Indonesia dan asia selatan itu uniknya akan mencari tahu lebih dalam ketika mereka mengetahui sesuatu. Tantangannya sih pertama sudah pasti untuk mengedukasi mereka, bagaimana lo bisa mengedukasi market tanpa mereka merasa digurui.

    Kan klien kebanyakan dari e-commerce nih, Ceritain dong pengalaman lo ketika lo mau dealing atau pitching ke beberapa e-commerce berbeda? 

    Kadang ada yang ingin tahu apa sih apa yang dilakuin kompetitor, tapi kami enggak pernah berbagi data.  Tapi kita nggak pernah sharing best practice. Maksudnya, tentu kita bagi best practice tapi kita nggak ada berbagi data. Jadi kita bantu satu perusahaan dengan suatu cara yang kadang nggak aplicable dengan apa yang mau dilakuin perusahaan lain. Karena every website atau online chanel is unique. Jadi biasanya nggak terlalu masalah sih kalo orang Indo. Mereka lihat ini sebagai komunitas terbuka. Misalnya Shopback, mereka partner dengan banyak e-commerce, itu bukan masalah.

    Lagi tren yang namanya personalization, dari lo sendiri apa sih personalization dan kenapa ini penting?

    Jadi ini bukan bahasa yang asing buat pemain-pemain awal, kaya Amazon, Facebook atau media besar. Ada yang melakukan itu secara manual atau ada yang secara otomatis.

    Manual contohnya kalo lo buka berita, lo bisa buka kategori yang lo suka. Atau lo bisa follow thread di LinkedIn sesuai thread yang lo suka. Yang susah itu kalau automated. Jadi ada mesin atau algoritma yang terlibat di sini. Jadi ada riset dari salah satu media terpercaya, dia bilang bahwa 80% orang cenderung kembali ke website atau aplikasi yang menyediakan personalize product. Dan akhirnya ketika dia kembali ke website lagi, traffic-nya berubah secara linear dalam revenue maupun bottom line.

    Jadi apa sih personalization itu? Simpelnya adalah membuat chanel digital kita menjadi se-personal mungkin to each of every user. Nggak hanya menawarkan barang yang user suka tapi menawarkan barang apa yang akan mereka suka. Dan sekarang ini tuh semacam perang personalization, seberapa lo bisa buat user ini senang dan mengerti di website, they’re gonna win this war.

    Kenapa harus mulai dengan personalization?

    Sederhananya sih gini, ketika lo memperoleh traffic yang besar, brand kemudian mulai tumbuh, once you became stronger means it’s another game. Karena ini sudah berbicara mengenai gimana user balik lagi, gimana user bisa transaksi lagi. Kita nggak bisa dalam jangka panjang terus main aquisition game. Produk kita dan produk di luar sana, bicara retention, covertion, dan gimana caranya mempertahankan user di chanel lo. Pada akhirnya lebih baik memberlakukan 80 and 20. 20% traffic contributed to 80% total revenue. Jadi kenapa nggak kita pertahankan dan tingkatkan ke 30, 40, 50. Itu akan mempertahankan bisnis lo dalam jangka panjang.

    Personalize ini kan ada di ranah digital marketing dan product. Jadi perkembangan digital marketing di Indonesia itu gimana sekarang?

    Mungkin 5 tahun yang lalu branding itu nomor 1. Tanpa melihat berapa transaksi yang mereka hasilkan. Tapi banyak sekarang perusahaan udah banyak pintar, buat teman-teman digital marketing dan agensi-agensi mereka udah mau bicara tentang convertion. Tapi kalau bicara implementasinya di berbagai perusahaan masih nempel sama chanel yang standar sih. Kaya media sosial, Google, Facebook dll. Yang mana itu merupakan pembawa traffic yang tetap. Bagus sih tapi sekarang menurut gue ketika lo mau berkembang dari kompetitor lo, harus berani coba chanel lain.

    Kalau ada klien lo yang tertarik banget tapi nggak punya budget. Ada saran gak buat temen-temen yang mau kickstart personalization?

    Di Indonesia tuh l3 tahun terakhir udah lumayan banyak pemain. Ada beberapa perusahaan yang sangat besar di luar dan mereka diinvestasikan oleh Venture Capital dari Cina, US, Israel dll tapi telat masuk Indonesia. Bahkan banyak yang mendanakan perusahaan-perusahaan seperti itu gila-gilaan, begitu masuk Indonesia mereka nggak kuat.  Jadi lo haru melakukan sesuatu yang orang belum lakukan yang lain. Digital marketing itu besar banget. Kalo scara khusus kita mau ngomong bidang itu, lo nggak harus bikin sesuatu yang udah Insider buat. Tapi digital marketing itu luas, banyak yang masih bisa diciptain. Saran gua ya nggak dalam personalization space karena udah ada empu-nya. Bahkan insider mungkin bukan yang teratas dari semuanya.

    Menurut lo seberapa penting after sales?

    Penting banget sih menurut gua, jadi ini salah satu masalah yang ada di industri kita (marketing technology).  Bahwa mereka semua nggak berlokasi di Indonesia, hanya menjelaskan teknologinya dan kasih dokumentasinya. Banyak partner yang gua temuin atau dari competitor gua yang doing that old school game their not happy, it’s a human there. Akhirnya yang mereka beli itu lo, bukan teknologinya. Jadi bagi gua penting banget.

    Kita punya Account Manager tapi kita sebut Partner Sucsess Team. Jadi harus bawa sukses ke partner, kita komunikasi sama partner sangat sering. Jadi kita duduk jadi marketing team-nya partner. Kita bahkan makan malam yang gak ngomongin kerjaan. Karena akhirnya ada 2 hal yang kita mau raih, pertama menambah nilai dan menumbuhkan industri tech di Indonesia, kedua kita mau sama-sama tumbuh di industri ini. Jadi walaupun Insider pergi, gue akan menetap di insdustri ini. Jadi gue dan teman-teman lain, bisa menetap di industri ini.

    Baca Juga: 6 Contoh Pertanyaan Interview Business Development dan Jawabannya

    Bagaimana sih membuat Sales itu nggak dipandang sebelah mata?

    Kalo bicara orang Sales, orang melihatnya Sales sebagai sesuatu yang lo buat. Maksudnya gini, mereka tahu lo mau jualan, you talk 80% about company, dan itu nggak akan memberikan lo apa-apa. Di level yang lebih dalam, BD itu jualan mengenai bagaimana produk lo memberikan nilai. Jadi feature don’t sale, but benefit does. Dan lo harus memposisikan diri lo sebagai seorang expert, seperti “gue tahu bagaimana bisnis lo beroperasi, gue tahu masalah bisnis lo. Dan gimana caranya masalah bisnis semuanya bisa di selesaikan dengan produk gue. That’s the key.


    Sudah terinspirasi untuk berkarir di bidang tech? Kalau kamu masih ingin ngobrol dengan Harris, kamu bisa menemui Harris melalui LinkedIn dan Instagram.

    Jangan lupa, jika tertarik ingin bekerja di bidang business development atau sales, kamu bisa cari lowongannya lewat Glints.

    Klik tombol di bawah ini untuk cek perusahaan apa saja yang sedang hiring, ya!

    CEK LOWONGAN

      Seberapa bermanfaat artikel ini?

      Klik salah satu bintang untuk menilai.

      Nilai rata-rata 5 / 5. Jumlah vote: 1

      Belum ada penilaian, jadi yang pertama menilai artikel ini.

      We are sorry that this post was not useful for you!

      Let us improve this post!

      Tell us how we can improve this post?


      Comments are closed.

      Artikel Terkait