4 Karakteristik Generasi Z saat Masuk Dunia Kerja

Diperbarui 24 Jun 2022 - Dibaca 4 mnt

Isi Artikel

    Perkembangan teknologi dan informasi membuat arus perputaran dunia berjalan amat cepat. Di saat baru sedikit generasi milenial yang merasakan enaknya duduk di kursi strategis perusahaan, generasi Z sudah berani menantang dan masuk dunia kerja.

    Baca Juga: Apa Itu Digital Nomad dan Tips Menjadi Digital Nomad Sukses

    Generasi Z adalah kelompok masyarakat yang lahir pada 1995 hingga 2014. Pengelompokan generasi ini dibuat oleh jurnalis USA Today bernama Bruce Horovitz yang disempurnakan oleh agen pemasaran terkenal, Sparks and Honey. Meski pendapat keduanya tak selalu diterima, tapi mayoritas sepakat bahwa generasi Z adalah remaja yang lahir di era internet.

    Jika menganut paham di atas, orang tertua di generasi Z saat ini berusia 23 tahun. Dengan banyaknya lowongan yang tak memandang pengalaman kerja serta tingkat pendidikan, tak sedikit generasi Z yang saat ini telah lalu lalang di dunia pekerjaan.

    Kecenderungan mereka untuk bersinggungan via dunia maya membuat karakteristik mereka berbeda dengan sebelumnya. Nah, untuk itu, berikut lima karakter generasi Z yang harus diperhitungkan oleh para petinggi perusahan sebelum memberikan mereka kesempatan untuk menjadi jadi karyawan.

    1. Lebih terbuka akan banyak hal

    Satu hal positif yang bisa diambil dari generasi Z adalah keterbukaan, niat yang amat besar untuk maju, dan tingginya wawasan serta pengetahuan. Hal tersebut amat wajar karena generasi Z tumbuh di era yang memudahkan setiap manusia untuk mencari informasi akan suatu hal yang baru.

    Keterbukaan menjadi salah satu karakter yang diunggulkan oleh generasi Z saat memasuki dunia kerja. Dibanding generasi yang lain, generasi Z akan dengan mudah menerima saran, masukan, dan, bahkan, kritik dari alumni generasi lain yang sudah lebih dulu makan asam garam dunia kerja.

    Karakter tersebut lantas membuat generasi Z memiliki semangat yang menggebu-gebu untuk memberikan kemampuan terbaik. Dari sana, mereka akan berusaha untuk pengaruh yang signifikan dan besar untuk kemajuan sebuah perusahaan.

    2. Memilih untuk bekerja sendiri ketimbang kelompok

    Generasi milenial kerap percaya bahwa semangat kolaborasi akan membawa perusahaan berjalan lebih baik. Berbeda dengan keyakinan tersebut, generasi Z percaya bahwa mengurangi kerja kolektif dan lebih memilih untuk mengejar eksklusivitas jauh lebih penting.

    Daya saing tinggi menjadi karakter mereka. Bersaing dengan individu-individu lain di perusahaan dipercaya oleh generasi Z sebagai alat untuk mengukur daya saing, kemampuan, dan keunggulan mereka untuk mengerjakan sebuah tugas.

    Meski demikian, generasi Z bukannya tidak suka dengan yang namanya kerja sama. Mereka mungkin tetap akan melakukan kerja sama, tapi mereka pada akhirnya akan mengharapkan adanya apresiasi dan penghargaan secara personal atau individu atas apa yang telah dikerjakan.

    3. Berharap besar pada internet

    Generasi milenial boleh saja menyombongkan diri bahwa mereka-lah generasi yang saat ini menguasai perkembangan teknologi. Namun, melihat kenyataan, mereka tampaknya harus mengakui bagaimana kehidupan generasi Z ditentukan internet.

    Berdasarkan riset Forbes, 2017 lalu, 90% generasi Z di Amerika Serikat memiliki jejak digital. Tak hanya itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Vision Critical, mayoritas dari mereka mempelajari tugas-tugas mereka di dunia kerja melalui internet.

    Oleh karena itu, jangan heran apabila generasi Z pada akhirnya akan lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya ketimbang dengan rekan kerja. Pasalnya, seperti yang sudah disebutkan di atas, kehidupan mereka ditentukan oleh internet.

    4. Mudah mengalami demotivasi

    Tak melulu soal hal-hal positif saja, generasi Z juga punya karakter negatif. Satu contohnya adalah mudahnya mereka mengalami demotivasi atau runtuhnya keinginan untuk semangat, rendahnya gairah, dan keinginan besar untuk menyerah.

    Dibandingkan, generasi X dan milenial, generasi Z memiliki rasio yang lebih besar. Tingginya angka demotivasi ini memiliki banyak sebab, di antaranya adalah suasana kantor, keinginan untuk mendapatkan gaji tinggi, dan hasrat besar untuk sukses.

    Nah, apabila gejala-gejala tersebut mulai tampak, mereka akan memperlihatkan karakter buruk yang tentu berbahaya untuk keharmonisan perusahaan. Untuk itu, penting bagi petinggi perusahaan memperhatikan hal-hal di atas.

    5. Besarnya keinginan untuk diapresiasi

    Keinginan untuk bersaing yang amat tinggi membuat generasi Z punya harapan besar terhadap perusahaan. Salah satu caranya adalah mendapatkan apresiasi. Selain gaji, ada beberapa hal yang menurut generasi Z masuk kalkulasi apresiasi mereka.

    Sejak hari pertama di perusahaan, mereka punya harapan untuk diberi kesempatan berkembang. Entah itu melalui pembelajaran personal maupun melalui sebuah proyek penting. Mungkin bagi generasi yang lain itu merupakan hal sepele, tapi bagi generasi Z, kesempatan berkembang adalah sebuah bentuk apresiasi.

    Menurut  Forbes, mayoritas generasi Z memiliki risiko stres dan kekhawatiran berlebihan karena pekerjaan yang lebih besar dibandingkan generasi X atau milenial. Tahu penyebabnya? Mereka takut tidak diapresiasi oleh perusahaan atas apa yang mereka kerjakan.

    Baca Juga: Apa Itu Outsourcing dan Bagaimana Kelebihan Kekurangannya?

    Sudah terbayang bagaimana generasi z saat masuk dunia kerja? Mungkin anda bisa mencari kaum generasi z yang kreatif di Talent Hunt.

      Seberapa bermanfaat artikel ini?

      Klik salah satu bintang untuk menilai.

      Nilai rata-rata 4 / 5. Jumlah vote: 1

      Belum ada penilaian, jadi yang pertama menilai artikel ini.

      We are sorry that this post was not useful for you!

      Let us improve this post!

      Tell us how we can improve this post?


      Comments are closed.

      Artikel Terkait