9 Kebiasaan Buruk Penulis yang Wajib Kamu Tahu dan Hindari
Apakah kamu ingin menjajal profesi penulis profesional? Kalau iya, kamu harus tahu dulu, nih, apa saja kebiasaan buruk penulis yang harus dihindari.
Mungkin semua orang bisa menulis, tapi tidak semua orang bisa menulis dengan baik. Penulis profesional pun terkadang masih membuat kesalahan.
Nah, kesalahan yang tidak disadari atau dianggap wajar tersebut terus diulangi sehingga menjadi kebiasaan buruk penulis.
Berikut 9 kebiasaan buruk penulis yang mungkin tanpa sadar selalu diulangi.
1. Terlalu sering pakai kata yang sedang tren (buzzword)
Dalam Bahasa Inggris, kata atau frase yang sedang populer tapi kurang memiliki makna konkret disebut buzzword.
Contohnya adalah hidden gem (untuk tempat makan), literally, mengsedih, dan mengcapek.
Mungkin kedengarannya keren, trendi, dan mengundang orang untuk klik.
Namun, karena digunakan di mana-mana, pembaca malah jadi bosan. Boleh saja menggunakan kata tersebut sesekali.
Namun, gunakan dengan konteks yang tepat dan tujuan jelas. Jangan sampai berlebihan, lalu jelaskan juga artinya.
Penulis yang baik dapat menggali dan memperkaya perbendaharaan katanya.
2. Menggunakan kata sulit yang tidak perlu
Terkadang penulis menggunakan kata sulit untuk makna yang sebenarnya mudah.
Misalnya, pemimpin “karismatik”, hanya karena fisiknya tampak menarik dan murah senyum.
Hal ini juga bisa terjadi pada penggunaan kata bahasa asing atau istilah teknis yang sebenarnya tidak perlu.
3. Menggunakan istilah yang kurang tepat
Misal kata “faktanya”, padahal, kamu sedang merujuk hal yang bukan fakta, melainkan prediksi, opini, atau hal yang belum pasti.
Contoh, “Faktanya, cuaca diramalkan akan mendung sepanjang hari ini.” Ini termasuk prediksi, bukan fakta.
Berikutnya adalah kata “untungnya”, sebagai contoh, “Untungnya, di setiap masalah, ada solusi.”
Ini lebih ke optimisme, bukan keberuntungan.
“Untungnya, ia bertemu orang yang tepat saat ia membutuhkannya,” bisa jadi contoh yang lebih sesuai.
4. Apa yang mau disampaikan kurang jelas
Sayangnya, penulis seringkali menganggap bahkan pembaca pun sudah mengerti hal-hal yang ia tulis.
Padahal bisa saja, apa yang kamu sampaikan dalam tulisan bukanlah hal umum.
Hasilnya, tulisan jadi kurang jelas karena penulis berasumsi pembacanya bisa “mengungkap” makna tersembunyi dan memahami gagasan si penulis secara insting.
Menurut Hubspot, berikut cara agar terhindar dari ketidakjelasan tulisan:
- mulai setiap bagian baru dari artikelmu dengan judul yang jelas
- komunikasikan hanya satu poin di setiap paragraf
- paksa dirimu untuk menuliskan ide besar dalam kalimat tunggal yang sederhana
- gunakan kata dan kalimat yang lebih pendek
- gunakan kata benda lebih banyak
- kurangi penggunaan kata sifat dan kata keterangan
5. Menggunakan “dan lain-lain”
Melansir Contently, terlalu banyak menggunakan “dll.” di akhir deretan kata membuat penulis tampak malas.
Dengan menulis “dll.”, alih-alih melengkapi daftar, kamu membuat pembaca bertanya-tanya dan meminta penjelasan lebih detail tentang hubungan antara hal-hal yang disebutkan dalam sebuah daftar.
6. Terlalu banyak menggunakan tanda pisah
Menurut Narabahasa, tanda pisah (–) dapat menandakan penjelasan atau keterangan tambahan yang mendukung gagasan di dalam kalimat.
Selain itu, tanda pisah juga mengartikan sampai ke, sampai dengan, dan hingga.
Tanda pisah kadang digunakan agar kalimat terus bergulir, padahal kamu bisa menggunakan titik dan kalimat baru.
Tak masalah jika menggunakannya sesekali.
Namun kalau terlalu sering, kamu perlu mempertimbangkan penggunaan koma, tanda kurung, atau titik koma.
7. Bertele-tele
Salah satu kebiasaan buruk penulis adalah mengawali tulisan dengan paragraf yang tak punya kaitan kuat dengan inti tulisan.
Menyampaikan kisah pembuka boleh-boleh saja asalkan bisa memperkuat poin-poinmu di paragraf selanjutnya.
Kalau poin yang ingin kamu sampaikan tidak ada di beberapa kalimat awal, maka kamu akan kehilangan pembaca.
Karena itu, sampaikan poinmu dengan segera.
8. Paragraf terlalu panjang
Menurut penelitian UX dan pelacakan mata (eye-track), banyak orang hanya membaca sepintas di website.
Mereka tidak punya waktu atau kesabaran untuk membaca keseluruhan artikel.
Alih-alih, mereka mengamati judul utama, melirik gambar, dan mengambil frase kunci saja.
Karena itu, buatlah paragraf yang tidak terlalu panjang.
Untuk tulisan di website, seringkali penulis hanya memakai 1-2 baris di setiap paragraf untuk mencegah mata terlalu lelah dan memudahkan mencari kata kunci.
9. Menggunakan kata serapan yang tidak tepat
Menurut Kemendikbud, unsur “-isasi” dalam kata seperti modernisasi, normalisasi, dan legalisasi merupakan serapan dari Bahasa Belanda (moderenisatie, legalisatie) dan Bahasa Inggris (modernization, normalization, legalization).
Sebenarnya, unsur “-isasi” dapat diganti dengan imbuhan “pe-…-an” atau “per-…-an”, menjadi pemodernan, penormalan, dan pelegalan.
Selain itu, berdasarkan informasi situs Balai Bahasa Kemendikbud, ada kata yang sering salah digunakan, seperti:
- mengakomodir yang seharusnya mengakomodasi
- meminimalisir yang seharusnya meminimalisasi atau meminimalkan
- menolerir yang seharusnya menoleransi
Itulah beberapa kebiasaan buruk penulis yang perlu dihindari.
Terutama untuk kamu yang baru memulai karier sebagai content writer atau jurnalis, yuk, mulai biasakan diri untuk menghindari kesalahan-kesalahan di atas.
Jika kamu ingin jadi penulis sukses, usahakan untuk selalu memperhatikan apa yang kamu tulis, mulai dari tanda baca hingga maksud tulisan.
Kamu juga bisa membaca tips, teknik, hingga skill penting lainnya untuk menjadi penulis andal.
Yuk, klik di sini, untuk temukan dan baca ragam artikel terkait dari Glints.